Jauhi Hubud Dunya dan Hiasilah dengan Ahlaq Qana'ah

16 October 2011
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak  dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. 3:14)

"... Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah padamu kebahagiaan negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia". (QS Al-Qashash: 77).



Ayat tersebut menerangkan bahwa fitrahnya manusia mencintai harta dan apa-apa yang diingini. Dan dalam hadistnya Rasulullah SAW bersabda Jika seorang anak Adam memiliki emas sebanyak dua lembah sekalipun maka dia akan (berusaha) mencari lembah yang ketiga. Perut anak Adam tidak akan pernah puas sehingga dipenuhi dengan tanah. (Riwayat Bukhari). Karena itulah qana’ah sangat diperlukan untuk mengatasi sifat dasar manusia yang tidak pernah cukup atas apa yang sudah dimiliki.


Dari 'Abdullah bin 'Amr r.a.:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya beruntung orang yang sudah masuk Islam, yang rezekinya mencukupi (dan tidak berlebihan) dan yang Allah menjadikannya qana’ah dengan apa diberikan kepadanya. (Muslim)


Dalam Islam, harta kejayaan bisa menjadi sesuatu yang terpuji bila digunakan untuk kemaslahatan dan kepentingan dunia dan agama, sehingga dalam Alquran, Allah sering menyebut harta dengan khair (kebaikan) dengan catatan banyak atau sedikitnya rezeki tidak ditentukan ketakwaan seseorang tetapi memang sudah ditentukan dalam catatan amal sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Rezeki telah dibagi dan dialokasikan sesuai bagian yang telah ditentukan. Ketakwaan seseorang tidak berarti menambah rezekinya dan kefasikan seseorang tidak pula berarti mengurangi rezekinya".

Sebenarnya tujuan kita di dunia ini adalah “was tabiqul khoirot” berlomba-lomba dalam kebaikan untuk bekal kita di akhirat kelak. Ada sebuah kata mutiara yang mengatakan “addunya mazro’atrul akhiroh”  dunia adalah tempat bercocok tanam untuk kehidupan akhirat. jadi, kita di dunia ini hanya berlomba-lomba dalam kebaikan untuk bekal kita kelak di alam yang kekal selama lamanya. Kalau amal kita baik maka surga yang akan jadi tempat kita nantinya, namun kalau amal yang kita lakukan jelek maka neraka tempat kita kelak, na’udzubillah..

Marilah senantiasa  kita jahui sifat hubud dunya (cinta dunia), siapa saja orang, jika sudah terkena spenyakit hubud dunya maka pasti  tidak akan bisa bersyukur atas nikmat yang di karuniai oleh Allah SWT, bahkan cenderung untuk mengingkarinya.

Ingat sabda Nabi Muhammad SAW : ”Dunia ini terlaknat, dan dilaknat pula apa-apa yang di dalamnya, kecuali dzikir dan ingat kepada Allah.” Hadist ini adalah suatu peringatan bagi kita semua. Sekarang jika dunia saja terlaknat dan dilaknat pula semua isi dunia. Berarti manusia juga yang dilaknat karena termasuk isi dunia. Jika ingin selamat dari laknat Allah, maka satu-satunya jalan adalah menjadi orang yang selalu dzikir, ingat, beribadah, dan beraktifitas seluruhnya hanyalah diperuntukkan untuk Allah.

Nabi Muhammad SAW bersabda :
"Abdullah bin Amru r.a. berkata : Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R. Muslim)

Nabi SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
„ Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW : „ Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati".
( H.R.Bukhari dan Muslim)

Qana’ah mempunyai ikatan erat dengan syukur. Keduanya, seperti dua sisi mata uang yang tidak mungkin berpisah. Syukur membuahkan qana’ah. Dan qana’ah memunculkan syukur. Seperti itu korelasinya. Tidak ada qana’ah tanpa syukur. Tidak ada syukur tanpa qana’ah. Syukur tanda kita menikmati keadaan yang mungkin kurang. Qana’ah buah kesyukuran yang membuat kita tenang. Batin yang tenang karena menerima keadaan, kondisi hati yang stabil karena tidak dibenturkan harapan yang tidak tercapai, keadaan jiwa yang menyenangkan karena tidak mengeluh dan menggugat keadaan yang tidak sesuai keinginan. Itulah keberkahan yang Allah berikan.

Syukur dan Qana’ah adalah dua sikap yang tak mungkin dipisah. Orang yang qana’ah hidupnya senantiasa bersyukur. Makan dengan apa adanya akan terasa nikmat tiada terhingga jika dilandasi dengan qana’ah dan syukur. Sebab, pada saat seperti itu ia tidak pernah memikirkan apa yang tidak ada di hadapannya. Justru, ia akan berusaha untuk membagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, kerabat, teman atau pun tetangganya.

Qana’ah itu mengandung lima perkara:
1. Menerima dengan rela akan apa yang ada.
2. Memohonkan kepada Allah tambahan yang pantas, dan berusaha.
3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah.
4. Bertawakal kepada Allah.
5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Meski demikian, orang-orang yang memiliki sikap qana’ah tidak berarti menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang yang hidup qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun bukan untuk menumpuk kekayaan.

Kekayaan dan dunia yang dimilikinya, dibatasi dengan rambu-rambu Allah SWT. Dengan demikian, apa pun yang dimilikinya tak pernah melalaikan dari mengingat Sang Maha Pemberi Rezeki. Sebaliknya, kenikmatan yang ia dapatkan justru menambah sikap qana’ah-nya dan mempertebal rasa syukurnya.

Cinta pada dunia dan ingin hidup dalam kemewahan, adalah salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan hidup menjadi tidak tentram. Orang-orang yang cinta dunia akan selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan cara yang licik, curang, dengan berbohong, korupsi, dan sebagainya. Semua itu karena orang yang cinta dunia tidak pernah
menyadari, sesungguhnya harta hanyalah ujian. Hingga ia tidak pernah merasa cukup dengan apa yang sudah dimilikinya dan masih selalu ingin menambahnya lagi, ini adalah sikap yang sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah SWT.

Ibrahim bin Adham, seorang sufi dari Khurasan berkata dalam do’anya “Ya Allah, jadikan aku orang yang ridha dengan keputusan-Mu. Jadikan aku orang yang sabar menghadapi cobaan dari-Mu dan karuniailah aku rasa syukur atas berkah-Mu”.

Ridha, sabar dan syukur merupakan tiga unsur sifat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tiga unsur sifat inilah yang membuat seorang mukmin menjadi qana’ah, yaitu selalu merasa cukup atas semua pemberian-Nya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah kamu seorang yang wara’, nanti kamu akan menjadi sebaik-baik hamba Allah, jadilah kamu seorang qana’ah, nanti kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur kepada Allah, sedikitkanlah tertawa karena banyak tertawa itu mematikan hati.” 
(Hadis riwayat al-Baihaqi)


Dari  sifat tersebut, ridha merupakan unsur yang paling penting dalam pembentukan sifat qanaah. Karena orang yang sudah merasa ridha terhadap sesuatu, otomatis dia akan bersabar menghadapi sesuatu yang terjadi pada dirinya, baik manis maupun pahit. Apabila sifat ridha dan sabar sudah tertanam kuat dalam diri seseorang, niscaya itu akan mengangkatnya pada tingkat syukur dan lalu lahirlah sifat qana’ah.

Wallahu a’lam.


ShareThis