|
Nama Kiai Hamid, memang sudah sangat sering diperbincangkan di mana-mana. Namun, kendati demikian tak ada satu orang pun yang menyatakan bosan, atau merasa jenuh mendengar kisah beliau. Bahkan ada seseorang yang sangat suka mendengar berulang-ulang kisah beliau.
Kiai Hamid memang begitu teristimewa dihati para muhibbinnya. Baik itu orang yang pernah secara langsung bertemu, mau pun yang hanya mendengar siroh dari beliau. Hal ini bukan semata di landasi oleh kewalian beliau yang sudah “Muttafaqun ‘Alaih” namun di sisi lain Kiai kelahiran Kota Lasem Jawa Tengah ini, juga bisa menjadi bapak yang mengayomi pada anaknya. Dalam artian beliau juga sangat dekat dan bisa diterima dengan baik oleh kalangan masyarakat mana pun. dengan begitu, tak heran rasanya jika banyak sekali pengalaman pribadi yang dialami oleh seluruh kalangan masyarakat bersama beliau. Tidak terkecuali Prof. Dr. H M. Nuh, DEA . Yah, Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) ini juga mempunyai suatu pengalaman yang beliau jadikan pedoman hingga detik ini.
Diceritakan, pada masa kiai Hamid masih hidup banyak orang yang sowan ke beliau dan niatan mereka pun relatif. Ada yang menginginkan nasehat dari beliau, ada yang ingin konsultasi, dan ada juga yang datang hanya untuk menyambung silaturrahmi sekaligus mengais berkah do’a dari beliau. Nah, ternyata kemasyhuran kewalian dari kiai Kharismatik ini terdengar ke telinga M. Nuh.
M. Nuh yang kala itu masih menjadi salah satu mahasiswa di universitas paling bergengsi di Surabaya ini mempunyai sebuah keinginan untuk sowan ke kediaman Kiai Hamid. Nuh pun memutuskan untuk pergi sowan ke Kiai Hamid ketika menjelang Ujian terkhir.
Pada suatu saat niatan itu pun terwujudkan. Nuh pun akhirnya pergi ke kota Pasuruan, dengan tujuan utama ingin sowan dan mengais berkah do’a dari kiai Hamid. Sesampai di kawasan Pon-Pes Salafiyah, Nuh lagsung menuju ke kediaman Kiai Hamid. Ketika hendak masuk Nuh pun terheran-heran. Ternyata banyak sekali tamu yang bekunjung pada Kiai Hamid. Nuh yang kala itu masih muda, tak berani untuk masuk sehingga Ia memutuskan untuk menunggu di luar.
Lama sudah Nuh menunggu, akhirnya semua para tamu meminta undur diri dari hadapan Kiai Hamid. Ketika kiai Hamid mengantar rombongan tamu keluar, kiai Hamid langsung jalan menemui Nuh. Tidak mensia-siakan kesempatan. Nuh langsung mencium tangan kiai Hamid. Belum Nuh melontarkan sebuah kata, Kiai Hamid langsung menepuk pundak Nuh tiga kali sembari berkata “birrul walidain, birrul walidain, birrul walidain” (berbakti pada orang tua…) setelah itu kiai Hamid langsung kembali ke kediaman beliau.
Tanpa bertanya apa yang dimaksud oleh Kiai Hamid, Nuh yang pada dasarnya memang seorang yang jenius langsung tahu apa maksud dari kata-kata yang diberikan oleh kiai Hamid. Nuh langsung mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari, wal hasil Nuh pun menuai hasil indahnya sekarang. Nuh yang dulu hanya seorang mahasiswa biasa, kini bisa menjadi orang nomer wahid dalam dunia pendidikan di Indonesia ini.
“pesan itu selalu saya ingat dan sangat melekatkan dihati saya. Bahkan, dulu ketika saya masih menjabat sebagai Rektor ITS, setiap ada acara wisudah. Saya selalu menceritakan pesan moril yang begitu mendalam itu kepada para calon sarjana agar mereka dapat meneladani dan menjankannya.“ ujar Pak Nuh di sela-sela sambutannya dalam acara Haul KH. Abdul Hamid ke 29. (zEn)
Sumber : Prof. Dr. H M. Nuh, DEA (Menteri Pendidikan Nasional)