Rebo Wekasan

01 February 2011



Rebo Wekasan

Sudah menjadi tradisi di kalangan sebagian umat Islam terutama di masayarakat Islam Jawa merayakan Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan (Yogyakarta) atau Rebo Kasan (Sunda Banten) dengan berbagai cara. Ada yang merayakan dengan cara bersa-besaran, ada yang merayakan secara sederhana dengan membuat makanan yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang hadir, namun diawali dengan tahmid, takbir, zikir dan tahlil serta diakhir dengan do’a.

Ada juga yang merayakan dengan melakukan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala, baik dilakukan sendiri-sendiri maupun secara berjamaah. Bahkan ada yang cukup merayakannya dengan jalan-jalan ke pantai untuk mandi dimaksudkan untuk menyucikan diri dari segala kesalahan dan dosa.

Apa yang dimaksud dengan “Rebo Wekasan” ?
Rebo Wekasan adalah hari Rabu yang terakhir pada bulan Shafar. Dari beberapa cara merayakan Rebo Wekasan ada yang mengganjal dalam pikiran penulis yaitu dengan cara melalukan shalat Rebo wekasan yang dikerjakan pada hari Rabu pagi akhir bulan Shafar setelah shalat Isyraq, kira-kira mulai masuk waktu Dhuha. Pada dasarnya Shalat Rebo Wekasan tidak ditemukan temukan adanya Hadits  yang menerangkan shalat Rebo Wekasan.

Dalam Islam berbagai shalat baik wajib maupun sunnah telah disebutkan dalam Hadits Nabi saw secara lengkap yang termuat dalam berbagai kitab Hadits, namun shalat Rebo Wekasan tidak ditemukan. Shalat wajib atau shalat sunnah merupakan ibadah yang telah ditentukan Allah  dan Rasul-Nya, baik tata cara mengerjakannya maupun waktunya. Tidak dibenarkan membuat atau menambah shalat baik wajib maupun sunnah dari yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ibadah hanya dapat dilakukan sesuai dengan yang diperintahkan, jika tidak, maka sia-sia belaka.

Ada sebuah buku berjudul “Kanzun Najah” karangan Syekh Abdul Hamid Kudus yang pernah mengajar di Makkatul Mukaramah. Dalam buku tersebut diterangkan bahwa telah berkata sebagian ulama ‘arifin dari ahli mukasyafah (sebutan ulama sufi tingkat tinggi), bahwa setiap hari Rabu di akhir bulan Shafar diturunkan ke bumi sebanyak 360.000 malapetaka dan 20.000 macam bencana. Bagi orang yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala pada hari tersebut sebanyak 4 raka’at satu kali salam atau 2 kali salam dan pada setiap raka’at setelah membaca surat Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al Kautsar 17 kali, surat Al Ikhlas 5 kali, surat Al Falaq 2 kali dan surat An Nas 1 kali. Setelah selesai shalat dilanjutkan membaca do’a tolak bala, maka orang tersebut terbebas dari semua malapetaka dan bencana yang sangat dahsyat tersebut.

Atas dasar keterangan tersebut, maka shalat Rebo Wekasan tidak bersumber dari Hadits Nabi saw dan hanya bersumber pada pendapat ahli mukasyafah  ulama sufi. Oleh sebab itu, mayoritas ulama mengatakan shalat Rebo Wekasan tidak dianjurkan dengan alasan tidak ada Hadits yang menerangkannya. Ada pula ulama yang membolehkan melakukan shalat Rebo Wekasan, dengan dalih melakukan shalat tersebut termasuk melakukan keutamaan amal (Fadhailul ‘amal).

Namun sikap yang baik terhadap shalat Rebo Wekasan adalah kembali kepada aturan bahwa semua ibadah didasarkan atas perintah. Sesuai dengan penjelasan yang telah diuraikan di atas, tidak ditemukan dasar perintah atau keterangan yang menjelaskan tentang shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala, maka shalat Rebo Wekasan  tidak perlu dilakukan. Bukankah semua shalat yang kita kerjakan baik wajib maupun sunnah dapat menolak bala?..

Seorang `ulama besar, Imam Abdul Hamiid Quds, mufti dan imam Masjidil Haram Makkah pada awal abad 20 dalam bukunya “Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al-Azmina wasy-Syuhaar” mengatakan, “Banyak Awliya Allah yang mempunyai Pengetahuan Spiritual telah menandai bahwa setiap tahun, 320 ribu penderitaan (Baliyyat) jatuh ke bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.” Hari ini dianggap sebagai hari yang sangat berat dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun. Beberapa ulama mengatakan bahwa ayat Alquran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “Hari berlanjutnya pertanda buruk” merujuk pada hari ini.
Untuk melindungi dari kutukan yang jatuh ke bumi pada hari tersebut—Rabu terakhir di bulan Safar—dianjurkan untuk melakukan salat 4 rakaat (Nawafil, sunnah). Setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kawtsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali.
Setelah salat dianjurkan untuk memanjatkan doa memohon perlindungan dari segala kutukan dan bencana yang jatuh ke bumi pada hari tersebut. Doanya adalah sebagai berikut:




Bismillaahir Rahmaanir Rahiim,
Allaahumma Ya Syadidal Quwa, Wa Ya Syadidal Mihal, Ya Aziiz, Ya Man Zallat li Izzatika Jamii'a Khaliqika, Ikfini min syarri Jamii'i Khaliqika, Ya Muhisinu, Ya Mujmilu, Ya Mutafadh-dhilu, Ya Mun'imu, Ya Mukrimu, Ya man La Ilaha Illa anta Arhamni bi Rahmatika ya Arhama Ar-Rahimiin,
Allahuma bi Sirril Hasani wa akhiihi, wa Jaddihi wa abiihi, wa Ummihi wa Baniihi, Ikfini syarra haazal yawmi wa ma yanzilu fiih,
Ya Kaafi al-muhimmaat, Ya Daafi al-baliyyat, fasa yakfiika humullaahu wa Huwa Samii'ul Aliim, wa Hasbuna Allah wa Ni'mal Wakiil wa la Hawla wala Quwwata illa billa hil Ali'yyil Azhiim.
Wa Shallallahu ala Sayyidina Muhammadin Wa ‘ala Aalihi Wa Shahbihi wa Sallam. Amiin.


PENDAPAT LAIN :

TATA CARA PELAKSANAAN SHOLAT SUNAT LIDAF’IL BALA PADA HARI RABU TERAKHIR BULAN SHOFAR

    Sholat Sunat Lidaf’il Bala Rabu Terakhir bulan Shofar  dilaksanakan pada pagi hari setelah sholat Isyraq, Isti’adzah dan Istikharah.
Pelaksanaan sholat sunat Lidaf’il Bala diambil dari keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52. dilaksanakan pada pagi hari Rabu terakhir bulan Shofar, sebanyak 4 rakaat 2 kali salam. Niatnya :

Setiap rakaat ba’da fatihah membaca :
- Surat al-Kaustar 17 kali,
- Surat al-Ikhlash 5 kali,
- Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali

Sebelum melaksanakan sholat membaca istighfar :


Abdi neda panghampura. Ka Gusti Allah nu Agung, Ka Gusti Allah nu Agung. Teu aya deui Pangeran. Anging Allah, Anging Allah, anu hurip anu jumeneng ku Anjeun. Abdi tobat ka Pangeran, Abdi tobat ka Pangeran, saperti abdi nganiaya. Teu ngamilik diri abdina pribadi. Teu ngamilik madhorotna. Teu ngamilik manfaatna. Teu ngamilik kana maotna. Teu ngamilik kana hirupna. Teu ngamilik pigelarna.
(Saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan yang hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya. Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.
Do’a setelah shalat lidaf’il Bala:


Artinya : “Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan penyakit yang besar di jiwa, daging, tulang dan urat. Maha Suci Engkau apabila memutuskan sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah” maka “jadilah ia”. 
Wallohu A'lam bishowab...

ShareThis