Tunduknya Alam Semesta kepada Allah

04 June 2012






“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya?”
(QS. Al-Hajj: 65).


“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” 
(QS. Al-Jatsiyah: 13).

Pertanyaan teologis yang sering mengusik di dalam benak kita adalah mengapa alam semesta dengan segala isinya, termasuk para malaikat, jin, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mineral lainnya mau tunduk kepada manusia?

Bukankah usia pengabdian mereka lebih tua daripada manusia? Bukankah mereka tidak pernah ada yang berdosa dan membangkang perintah Allah SWT?

Apa dan di mana letak keistimewaan manusia sampai mereka mau menundukkan diri kepada manusia? Pertanyaan mendasar di atas sering dijawab secara dangkal dan simplistik oleh sebagian orang.

Mereka mengatakan manusia dianugerahi akal di samping diberi nafsu. Selain itu, manusia telah ditunjuk oleh Allah sebagai khalifah di alam semesta ini.

Jawaban seperti ini ditolak para sufi dengan alasan bahwa manusia bukan satu-satunya ciptaan yang diberi akal (al-hayawan al-nathiqh), tetapi banyak sekali makhluk lain yang memiliki akal.

Bahkan, mungkin mereka lebih cerdas berpikirnya dibandingkan manusia. Para ahli binatang menemukan banyak bukti bahwa binatang memiliki kecerdasan berpikir bertingkat-tingkat. Monyet, misalnya, dapat menyusun kursi di atas meja untuk menggapai pisang yang digantung di langit-langit.

Seekor anjing dapat disekolahkan menjadi anjing pelacak yang dapat mengidentifikasi objek dengan cerdas. Apalagi bangsa jin dan makhluk spiritual lainnya.

Menurut para ahli, jika fenomena penampakan UFO yang tahun-tahun terakhir banyak terlihat benar-benar ada, dipastikan makhluk UFO itu lebih cerdas dalam banyak segi daripada manusia.



Pendapat ini didukung oleh Alquran, “Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Nur: 41).

Ayat ini menggunakan kata man fi al-samawati wa al-ardh. Dalam kaidah bahasa Arab atau Ulumul Quran, penggunaan huruf ma menunjuk pada sesuatu yang tidak berakal dan huruf man untuk makhluk cerdas atau berakal.

Ayat di atas mengisyaratkan, makhluk berpikir dan cerdas bukan hanya di bumi, tetapi juga makhluk lain yang ada di langit.

Menurut Ibnu Arabi, keistimewaan manusia yang kemudian mengantarkannya menjadi khalifah lalu alam semesta tunduk kepadanya, sama sekali bukan karena akalnya. Ia mengatakan, kemampuan berpikir bukan ciri khas manusia, melainkan menjadi fenomena alam semesta.

“Keliru besar orang yang beranggapan keistimewaan utama yang dimiliki manusia karena ia sebagai makhluk berpikir. Keistimewaan yang dimiliki manusia adalah kesempurnaan manusia sebagai lokus penampakan nama-nama (asma) dan sifat-sifat Tuhan,” tegas Ibnu Arabi.

Alam mineral merupakan lokus paling sederhana dapat menerima penampakan tersebut, lalu disusul oleh tumbuh-tumbuhan, binatang, dan makhluk-makhluk spiritual.

Lagi pula, semua unsur alam lain ada pada diri manusia, seperti di dalam tubuh manusia ada unsur mineral (tanah dan air), tumbuh-tumbuhan, dan binatang.

__________________________

By:
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Source : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/28/m4q3ra-mengapa-alam-semesta-mau-tunduk-kepada-manusia-2

ShareThis