Jika Mukmin Bermental Kaya

11 June 2012


Beberapa orang berpendapat bahwa kaya itu adalah pilihan dan hanya di’jatuhkan’ pada mereka-mereka yang mau dan punya mental kaya. Disebutkan contoh, orang-orang yang bermental kaya setiap kali memiliki harta akan terlebih dahulu mengupayakan terjadinya pertambahan nilai baik dengan menabung atau dengan melakukan pengeluaran yang memberi nilai tambah seperti berinvestasi atau membeli aset.

Sementara orang yang bermental miskin saat memperoleh harta cenderung menghabiskan hartanya. Jarang berpikir membeli aset atau sekedar menabung dengan alasan, ah hartaku hanya segini-gininya, untuk apa disimpan-simpan, habiskan saja. Belum tentu dapat kesempatan lagi…

Tidak, saya tidak akan mempersoalkan sanggahan seperti: banyak juga kok orang kaya yang foya-foya dan orang miskin yang gigih menambah aset hingga menjadi kaya. Saya hanya berpusat pada satu hal, tentang orang bermental kaya yang senang dengan nilai tambah, yaitu setiap kegiatan yang mampu memberikan nilai lebih kepada kekayaannya sehingga menjadi semakin berlipat ganda.

Di dalam ajaran Islam terdapat begitu banyak kesempatan untuk memberi nilai tambah dalam hal kekayaan (baik yang berwujud materil maupun non materil) yang kerap dianjurkan baik lewat nash Quran dan hadits.

Ambillah contoh betapa nilai tambah harta dijanjikan oleh Yang Maha Menepati Janji akan datang lewat berinfaq, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (2:261). Begitupula ketika hadis Rasulullah saw menyatakan, “Harta yang dizakati tidak akan pernah susut (berkurang).” (HR. Muslim)

Namun, meski telah begitu gamblang diungkapkan, masih banyak orang yang mengaku beriman pada Quran dan Sunnah tetapi tidak terdorong untuk memiliki mental kaya dengan memperbanyak infaq atau sigap berzakat. Agaknya masih lebih banyak mukmin yang mudah mengeluarkan 100 ribu rupiah untuk makan di restoran namun merasa sangat berat mengeluarkan 50 ribu untuk berinfaq.

Hal lain lagi adalah shalat berjamaah. Telah diungkapkan dalam hadits Rasulullah saw bahwa pahala shalat berjamaah itu bernilai 27 kali lipat dibanding shalat sendirian. Tetapi, lagi-lagi jauh lebih banyak mukmin bermental miskin bisa ditemukan di ruang-ruang shalat publik, di mall misalnya, yang masih memilih shalat sendiri meski di kiri-kanannya banyak orang tengah shalat berjamaah.

Itu sebabnya di saat kita kehilangan figur-figur teladan, kita sebaiknya berkaca pada seorang sahabat yang dikenal sebagai bapak kaum miskin (dhuafa) Abu Dzar Al Ghifari, namun ia justru bermental sangat kaya. Kala datang seorang tamu, Abu Dzar meminta pelayannya menyembelih satu domba terbaik untuk disajikan pada sang tamu. Sang pelayan pun menyembelih domba nomor dua terbaik. Mungkin dia merasa ‘sayang’ dan berpikir untuk menyisakan yang terbaik bagi keluarga tuannya. Namun apa yang terjadi? Abu Dzar justru marah dan menegur si pelayan karena Abu Dzar justru menginginkan harta terbaiknyalah yang menjadi harta abadinya, kekal dan berlipat-lipat ganda nilai kebaikannya, itulah harta yang dikeluarkannya dengan ikhlas untuk memuliakan tamunya.

Ah, bagaimana kita mau sedekah, wong kita saja miskin? Begitulah orang bermental miskin kerap memberi alasan, padahal, lagi-lagi Islam memudahkan kita untuk menjadi kaya, seperti tertuang dalam hadits Rasulullah, “Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan seulas senyum pun ujar Rasulullah merupakan sedekah.

Tak mampu juga memberi sekadar seutas senyum tulus pada keluarga kita, rekan kerja kita, klien kita, anak buah kita, customer kita? innalillahi wa innailaihi rojiun….semoga Allah menjauhkan kita dari sosok miskin, miskin absolut.
________________

( Zirlyfera Jamil)
Source : http://www.ummi-online.com/

ShareThis